Rabu, 08 Juni 2011

Adversarial Situation dalam hubungan PR dan Jurnalis

Menurut Frank Jeffkins semua bentuk komunikasi yang terencana,baik itu ke dalam maupun keluar, antara suatu organisasi dengan semua khalayaknya dalam rangka mencapai tujuan-tujuan yang spesifik yang berlandaskan pada rasa saling pengertian.
Menurut Frank F. Seitel PR adalah fungsi manajemen yang membantu menciptakan dan saling memelihara alur komunikasi, pengertian, dukungan, serta kerjasama suatu organisasi/perusahaan dengan publiknya dan ikut terlibat dalam menangani masalah atau isu manajemen.
Seorang PR membutuhkan media massa untuk menjalin hubungan baik dalam mencapai pengertian serta dukungan dalam bentuk publikasi organisasi yang maksimal (DIAH WARDHANI:2008)
Untuk itu seorang PR harus mengetahui prinsip – prinsip hubungan pers antara lain Memahami dan melayani media,Membangun reputasi sebagai orang yang dapat dipercaya, Menyediakan salinan yang baik (reproduksi foto, dll),Bekerjasama dalam penyediaan materi,Menyediakan fasilitas verifikasi,Membangun hubungan personal yang kokoh.
Namun hubungan PR dengan media massa tidak selalu baik karena adanya perbedaan tanggung jawab dan loyalitas. Hal itulah yang menyebabkan terjadinya pertentangan antara PR dan Jurnalis atau Adversarial Situation. Itulah mengapa jurnalis tidak selamanya menjadi sekutu atau teman yang menyenangkan bagi PR.
Untuk menciptakan hubungan pers yang baik ada beberapa hal yang harus di perhatikan yaitu:
1. Memahami media
Praktisi PR perlu memahami bagaimana surat kabar dan majalah itu diterbitkan, serta bagaimana cara memproduksi program siaran radio dan TV. Di dalamnya juga dijelaskan kapan deadline bagi media (batas akhir pengumpukan naskah). Jika praktisi PR tidak mengetahui tenggat atau batas akhir penyerahan naskah, maka suatu saat ia mungkin akan membuat kesalahan besar dengan menyodorkan naskah ke redaksi setelah majalah atau surat kabarnya dicetak.
2.. Hal – hal pokok perihal pers
Hal terpenting perihal pers yang harus diketahui praktisi PR :
a. Kebijakan editorial, pandangan dasar dari suatu media yang dengan sendirinya akan melandasi pemilihan subjek-subjek yang akan di cetak atau yang akan diterbitkannya.
b. Frekuensi penerbitan, setiap terbitan memiliki waktu yang berbeda dalam frekuensi penerbitannya, bias harian, dua minggu sekali, mingguan, dua mingguan, bulanan atau bahkan tahunan.
c. Tanggal terbit, kapan tanggal terbit dan saat terakhir sebuah naskah harus diserahkan ke redaksi untuk penerbitan yang akan dating, ditentukan oleh frekuensi dan proses percetakannya.
d. Proses percetakan, media dicetak secara biasa (letterpress), dengan teknik-teknik fotogravur, litografi, atau fleksografi. Dewasa ini, teknik percetakan yang popular di seluruh dunia adalah teknik offset – litho.
e. Daerah sirkulasi, jangkauan sirkulasi dari suatu media itu berskala local, khusus di daerah pedesaan, perkotaan, nasional atau internasional.
f. Jangkauan pembaca, praktisi PR di tuntut untuk mengetahui kelompok, usia, jenis kelamin, pekerjaanm status sosialm minat khusus, kebangsaan, etnikm agama, hingga ke orientasi politik dari khalayak pembaca.
g. Metode distribusi, praktisi PR perlu mengetahui metode distribusi dari suatu media, apakah melalui took buku atau langung pintu ke pintu.
3. Prinsip-prinsip hubungan pers yang baik
Prinsip umum praktisi PR dalam menciptakan hubungan yang baik dengan pers :
a. Memahami dan melayani media, PR yang mampu menjalin kerja sama dengan pihak media, maka akan dapat menciptakan suatu hubungan timbal balik yang saling menguntungkan.
b. Membangun reputasi sebagai orang yang dapat dipercaya. Praktisi PR harus senantiasa siap menyediakan materi yang akurat di mana saja dan kapan saja. Cara inilah yang akan diakui sebagai suatu sumber informasi yang akurat dan dapat dipercaya oleh para jurnalis.
c. Menyediakan salinan yang baik. Misalnya menyediakan reproduksi foto yang baik, menarik dan jelas.
d. Bekerjasama dalam penyediaan materi. Contoh PR dan jurnalis bekerjasaa dalam mempersiapkan acara wawancara dengan tokoh tertentu.
e. Menyediakan fasilitas verifikasi. Praktisi PR perlu memberi kesempatan kepada rekan jurnalis untuk dapat melakukan verifikasi (membuktikan kebenaran) atas setiap materi yang mereka terima.
f. Membangun hubungan personal yang kokoh. Hal ini akan tercipta apabila hubungan dilandasi dengan keterbukaan, kejujuran, dan sikap menghormati profesi masing-masing.
4. Tanggung jawab dan loyalitas yang saling bertentangan
Praktisi PR dan jurnalis seringkali terdpat tujuan dan loyalitas yang berlainan, bahkan saling bertentangan. Peran kontras yang mereka jalankan dapat dianalisis sebagai berikut :
a. Praktisi PR
(i) Tanggung jawab utama dari seorang praktisi PR tertuju kepada perusahaan induk atau perusahaan kliennya.
(ii) Tugas pokok seorang praktisi PR adalah menjalankan program PR yang telah direncanakan dan disetujui sebelumnya.
b. Jurnalis
(i) Tanggug jawab utama para jurnalis terarah kepada pihak perusahaan penerbit yang segala kebijakannya harus ditaati berdasarkan pengarahan dari sang editor atau pimpinan perusahaan.
(ii) Jurnalis akan memuat hal yang akan menarik minat pembaca atau pendengar, bukannya apa yang diinginkan oleh praktisi PR. Para praktis PR harus menyadari bahwa para jurnalis tidak selamanya akan menjadi sekutu atau sahabat yang menyenangkan, hal ini yang dikenal dengan situasi pertentangan ( adversarial situation) yang alamiah.

Sumber :Meresume Public Relations- Frank Jefkins-Hubungan Media 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar