Rabu, 28 Juli 2010

"MASYUMI DAN PKI : SEBUAH SEJARAH PERTENTANGAN IDEOLOGIS"

Meskipun gerakan PKI dalam merebut kekuasaan justru di tengah-tengah mandulnya kekuatan politik Islam, bukan berarti gerakan politik Islam hadir tanpa andil dalam upaya menghadang gerak langkah komunis. Apa yang diperlihatkan Masyumi dapatlah dihadirkan sebagai bukti. Kemampuan Masyumi mengantisipasi arah gerakan PKI yang didasari oleh kepekatan ideologis, Masyumi telah tampil terlebih dahulu dan menyatakan “perang” dengan komunis, suatu sikap yang tidak diperlihatkan sebelumnya oleh kekuatan politik lainnya termasuk angkatan bersenjata. Sikap politik Masyumi dalam menentang komunisme ini akan mudah difahami karena adanya perbedaan yang cukup mendasar, yaitu :

1. Sikap terhadap hak milik, Islam menghargai hak milik pribadi..sedangkan faham komunis me”relatifkan” hak milik pribadi

2. Adanya pertentangan dalam lapisan filsafat ideologis, dalam masalah ini terdapat pertentangan yang sangat mutlak antara Islam dan komunisme. Islam menggunakan dasar filsafat dan pandangan hidup yang bertolak dari wahyu Illahi yang diturunkan Nabi Muhammad SAW, sedangkan komunisme bertolak dari pandangan “kesejarahan”yang bersifat deterministik.
Eskatologi Islam adalah terwujudnya masyarakat yang diridhoi oleh ALLAH, sebaliknya eskatologi dari Komunisme, yaitu terwujudnya suatu masyarakat yang “tanpa kelas” dengan dasar materialisme.

3. Pada tataran tingkah laku politik (political behaviour), adalah bahwa dalam berpolitik Islam sangatlah tergantung pada ketentuan-ketentuan moral. Perilku politik dalam Islam hanyalah merupakan alat untuk memajukan strategi sosial Islam yang berdasarkan wahyu Illahi, sedangkan untuk komunis..politik bukanlah sekedar alat tetapi bagian dari keseluruhan ideologi sehingga tidak ada ikatan moral dalam berperilaku politik dalam partai komunis (Dr. Taufiq Abdullah, Islam dan Komunisme bertentangan secara filsafat ideologis, Suara Masjid no 114). Dimana dalam posisinya yang bebas nilai serta tidak terikat dengan ketentuan moral, komunis dalam berperi lakunya berpolitik menganut madzhab Machiavelli, menghalalkan segala cara

Dari sinilah timbul pertentangan yang sudah tidak dapat disatukan lagi antara Masyumi dengan Partai Komunis.

Bila disimak perjalanan Masyumi dari awal berdirinya 07 November 1945. ternyata Masyumi dan tokoh-tokohnya dapat bekerjasama dengan siapapun dan golongan manapun juga kecuali Partai Komunis. Masyumi dapat bekerjasama dengan PNI, PSI, golongan Kristen dan juga golongan angkatan bersenjata.

Untuk itulah pada saat Presiden Soekarno berusaha menginginkan kabinet berkaki empat dengan mengikut sertakan PKI, yang disebut “kabinet gotong royong” serta dibentuknya Dewan Nasional yang diketuai oleh Presiden sendiri waktu itu, segera saja, Moh. Natsir dan partainya menolak konsepsi Presiden Soelarno tersebut (Dr. Deliar Noor, Partai-Partai Islam di Pentas Politik Nasional, Pustaka Utama Grafiti, Jakarta).
Alasan Masyumi menolak karena memang Masyumi berdasarkan pemahaman terhadap Islam secara total (integral) sehingga berkesimpulan Islam yag mengakui adanya Tuhan tidaklah mungkin disatukan dengan faham yang tidak mengakui keberadaan TUHAN (atheis). Selain daripada itu, dengan melihat taktik-taktik yang dijalankan oleh PKI, Masyumi lebih cenderung memandang PKI tidak ubahnya seperti musang berbulu ayam, yang sewaktu-waktu akan siap menerkam.

Secara sepintas tindakan Masyumi dalam membendung komunisme yang lebih banyak dengan melalui tulisan-tulisan dan pidato terkesan sebagai gerakan moral. Kesan yang demikian ini tidak akan pernah ada, jika faham akan kepribadian para tokoh Masyumi yang terkenal dengan sifat politiknya demokratik, parlementer, konstitusional, ditambah lagi posisi Masyumi yang kurang memungkinkan untuk mengambil kebijaksanaan yang tegas terhadap PKI, karena di luar struktur. Akan tetapi pada saat posisi Masyumi berada dalam struktur, kesempatan ini tidak dibiarkan berlalu begitu saja untuk mensikapi komunisme.

Sebagai bukti , kiranya bisa dihadirkan tindakan Dr. Soekiman pada saat menjadi Perdana Menteri dalam Kabinet Soekiman-Soewirjo (1951-1952), pada saat itu beliau mengambil tindakan tegas terhadap anggota PKI yang jelas-jelas terbukti melakukan makar dan melakukan penindasan serta pembantaian terhadap kaum agamis dan nasionalis (Dr. H.M. Amien Rais, dalam Kata Pengantarnya, Wawasan Politik Seorang Muslim Patriotik, Drs. Amir Hamzah Wiryosukarto,YP2LPM).

Sikap Dr. Soekiman ini diambil berdasarkan : pertama, ajaran agamanya, yaitu Islam yang tidak mentolerir tumbuhnya suatu kekuatan komunis, kedua, sebagai seorang muslim patriotik, Soekiman sangat merasa berkepentingan untuk berjuang menyelamatkan Negara dan bangsanya dari ancaman PKI yang terang bertentangan dengan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan. Apa yang diperbuat Dr. Soekiman ini kiranya tidaklah berlebihan jika Dr. Amin Rais menyebut Dr. Soekiman adalah seorang tokoh eksponen utama anti komunis (Dr. H.M. Amien Rais, dalam Kata Pengantarnya, Wawasan Politik Seorang Muslim Patriotik, Drs. Amir Hamzah Wiryosukarto,YP2LPM).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar